Belajar Menjadi Manusia

19 Nov 2009

Di tengah maraknya perkembangan teknologi yang semakin canggih, bisa dilihat, mulai dari anak2, remaja, bapak2, ibu2, bahkan nenek2 dan kakek2, sibuk menenggelamkan diri di antara peralatan teknologi yang tidak pernah berhenti beraktifitas, 24 jam non stop. Mereka begitu sibuk berbicara, bertatap muka dan bercengkerama dengan benda2 tak bernyawa yang (sesungguhnya) hidup karena di-supply oleh kekuatan tenaga yang notabene adalah sama2 benda mati.

Ada yang terasa hilang dari pandangan mata. Ada yang terasa kosong di hati ini. Betapa mirisnya menyaksikan, ada orang yang lebih mementingkan benda mati daripada orang lain yang jelas2 hidup dan ada di sekelilingnya. Betapa getirnya membayangkan, perkembangan teknologi canggih telah menciptakan satu jurang menganga yang amat dalam, yang membatasi antara dunia maya dan dunia realita.

Terkadang dan seringkali melintas tanya dalam benakku : Akan jadi apakah dunia ini? Apakah ada kemungkinan manusia satu sama lain tidak saling mengenal secara utuh dan menyeluruh, tapi hanya menjadi perkenalan selintas gambar dan kamuflase belaka? Akankah dunia nantinya hanya akan diisi oleh benda2 mati? Masih adakah tempat bagi anak2ku dan bagi anak2 lainnya untuk saling mengenal satu sama lain dan saling berbagi? Ataukah nasib mereka juga akan sama saja, terpuruk di balik ribuan koneksi teknologi canggih yang akan menjadikan mereka sebagi zombie suatu hari nanti?

Anak2 laksana butiran permata yang perlu diasah. Baik atau buruk hasilnya, tergantung pada kita orangtua sebagai si pengasah. Hari ini dan nanti, selagi masih ada kesempatan. Sepatutnya kita sama2 belajar untuk mawas diri dan belajar untuk bisa menjadi manusia sejati. Belajar menjadi panutan bagi anak2 kita, bagaimana seharusnya menjadi dan menghargai manusia yang lainnya. Bukan belajar menjadi benda mati, melainkan belajar menyadari keberadaan diri sebagai manusia hidup, yang perlu berbagi dan beraktifitas sosial dalam kehidupan.

Belajar menjadi seorang manusia yang sesungguhnya selalu bisa dimulai dari mana saja. Dari rumah (keluarga), dari tetangga, dari kantor, dari sekolah, dari teman, dari sahabat, dari pengalaman hidup. Bisa juga dari tempat di mana kita mampu melihat penderitaan orang lain. Bukan hanya basa-basi semata, tetapi sungguh bisa berperan aktif secara nyata.

Belajar menjadi seorang manusia yang sesungguhnya adalah perwujudan iman secara nyata, karena iman tanpa perbuatan adalah mati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS