Belajar Mengenal Dia

16 Jun 2019

Semakin bertambah umur, saya merasa iman saya semakin tipis seperti lembaran plastik folder yang biasa saya pakai untuk tempat menaruh partitur nyanyian koor.  Seharusnya, menurut teori, semakin bertambah umur seharusnya saya semakin kuat, teguh, kukuh berlapis baja dalam beriman.  Ini malah sebaliknya.  Hidup doa saya yang dahulu begitu indah, sekarang terasa begitu kering seperti ranting pohon di padang gurun yang tak pernah tersentuh air.

Apakah saya termasuk orang yang salah asuhan?  Atau salah pengajaran?  Saya rasa tidak!  Dalam setiap permenungan saya merasa bahwa selama ini saya terlalu tinggi hati dalam beriman.  Saya merasa bahwa dengan hidup serba relijius, saya menjadi semakin dekat dengan Tuhan.  Tapi ternyata tidak demikian.  Kehidupan relijius tanpa mau memandang ke kedalaman hati yang paling dalam adalah kesia-siaan belaka.  Ketika saya merasa semakin relijius, saya malah sering lupa di mana saya berada.  Hati saya hampa.  Saya menjadi mati rasa.  Saya lupa bahwa saya hidup di dunia bersama dengan manusia lainnya.  Sesamaku manusia.

Dan saya teringat sabda Yesus berikut ini," Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!"

Dari situ saya mulai berkaca pada diri sendiri.  Betulkah saya bisa mengasihi sesamaku manusia?  Sesama di sekitarku, apa pun adanya mereka adalah manusia.  Suamiku.  Anak-anakku.  Tetanggaku.  Teman kerjaku.  Keluargaku di kampung.  Kenalanku.  Mereka semua adalah sesamaku manusia.  Apakah aku dengan mudah bisa mengasihi mereka?  Bukankah kata maafku selalu tersendat setiap kali hatiku tersakiti oleh perbuatan mereka?  Jika mengasihi sesama yang kukenal saja terasa begitu susah, bagaimana dengan "Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi orang yang menganiaya kamu?"

Ternyata beriman saja tidak cukup.  Harus ada bukti nyata.  Harus ada perbuatan yang menunjukkan bahwa saya sungguh beriman.  Itu sebabnya imanku terasa garing.  Ketika cinta kasih harus memilah dan memilih kepada siapa ia harus diberikan, iman akan terasa hanya menjadi seperti beban.  Seharusnya mengasihi tidak boleh pilih-pilih.  Mengasihi ya mengasihi saja.  Tidak perlu bertanya apa sukunya, apa golongannya, apalagi apa agamanya.  Jika kasih hanya dibagikan kepada orang tertentu saja, maka akan hampalah hatimu dan imanmu menjadi ciut.  Ciut mengkerut dan perlahan akan layu sebelum berkembang.

Jujur saja, saya perlu belajar lagi tentang beriman yang benar.  Supaya hidup doa saya kembali sejuk dan menguatkan.  Bisa jadi saya perlu mengurangi interaksi saya di dunia maya dan kembali hidup di dunia nyata.  Bersama sesama manusia yang betul-betul hidup di sekitar saya.  Di keluarga.  Di kampung tempat saya tinggal.  Di tempat saya kerja.  Di komunitas dan lingkungan gereja.  Di manapun saya berada. Berinteraksi artinya adalah, siap mengenal Dia dalam wujud sesama manusia dan bertindak sesuai dengan yang dikehendakiNya, yaitu: MENGASIHI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS