Dua Puluh Tujuh April Dua Ribu Dua Puluh Empat

29 Apr 2024

Apakah ada yang merasa biasa-biasa saja saat pertambahan usia?  Bertambah usia dan semakin menua adalah hal yang lumrah.  Semua manusia pasti akan mengalaminya:  lahir, bertumbuh kembang sesuai bagiannya, menua, dan pada akhirnya mati.  Kalau pada akhirnya sudah berada di posisi golden age lebih sikit, itu adalah hadiah luar biasa dari Sang Pemberi Hidup.  Jadi setelah sebelumnya di masa lalu sibuk merayakan kehidupan yang masih berjalan dengan pesta pora, kali ini adalah kesempatan untuk lebih masuk ke dalam ketenangan dan keheningan.

Sabtu, 27 April 2024
Merayakan bertambahnya umur dengan memandikan anjing seperti biasa, bersih-bersih rumah, menonton serial criminal di Netflix, dan mendengarkan lagu-lagu melow kekinian sebagai pengantar tidur siang di Spotify.  Tidak ada kue ulang tahun dengan lilin-lilin yang harus ditiup.  Tidak ada nyanyian selamat ulang tahun.  Tidak ada pesta.  Yang ada adalah merayakan hidup dengan caraku.  Anak sulungku video call dan mengejekku dengan sebutan sudah tua.  Yang lain-lain memberikan ucapan selamat dengan caranya masing-masing.  Dan menurutku, semua itu adalah bagian dari perayaan kehidupan.  Menjalani hidup sesimpel dan sefleksibel mungkin dengan rasa bahagia.
 
Keesokan harinya memilih ikut misa yang jam enam pagi.  Saat yang tepat untuk berterima kasih kepada Sang Pemilik Kehidupan.  Meskipun banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepala, tetapi berbincang-bincang tentang kasih di pagi hari itu sungguh sangat berarti.  Aroma udara pagi dan kesunyian yang berdetak jauh di sudut hati menjadi bukti bahwa aku masih ada dan hidup ini sungguh nyata.  
 
Dalam keheningan aku memandang salib.  Mencoba berbincang dalam diam yang memabukkan.  Semakin memandang salib, semakin aku diingatkan tentang gambaran kematian sekaligus kehidupan.  Memandang salib adalah saat di mana aku merasa disayang dan diperhatikan.  Memandang salib terasa begitu menyakitkan sekaligus menyejukkan.  Memandang salib seolah memandang cinta yang seringkali terabaikan.    Memandang salib adalah menjenguk jauh ke dalam hati yang sekeras batu sekaligus rapuh.  Memandang salib adalah sumber kekuatan untuk tetap bisa bertahan dalam pengharapan.
 
Lima puluh tiga tahun sudah menerima udara dengan cuma-cuma.  Lima puluh tiga tahun tanpa pernah dikirimi tagihan sama sekali.  Bukankah ini adalah hal yang sungguh luar biasa?  Tidak masalah jika selama lima puluh tiga tahun tidak selalu bergelimang saat-saat indah.  Tidak masalah jika ada kalanya mengalami hari-hari suram.  Tidak masalah apapun warna yang pernah terjadi tergores dan tergambar di dalamnya.  Yang menjadi masalah adalah jika engkau mulai hilang rasa percaya.  Hilang pengharapan, iman, dan juga cinta.

Jadi, tetaplah memandang salib.  Tetaplah percaya!

#blessingday270424

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS