Minggu Paska ke-6 Dua Ribu Dua Puluh Empat

5 Mei 2024

 ======================================================================================================

Yoh 15:9"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.

Yoh 15:10Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

Yoh 15:11Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.

Yoh 15:12Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.

Yoh 15:13Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.

Yoh 15:14Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.

Yoh 15:15Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, sebab hamba tidak tahu, apa yang diperbuat oleh tuannya, tetapi Aku menyebut kamu sahabat, karena Aku telah memberitahukan kepada kamu segala sesuatu yang telah Kudengar dari Bapa-Ku.

Yoh 15:16Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.

Yoh 15:17Inilah perintah-Ku kepadamu: Kasihilah seorang akan yang lain."

 ============================================================================================

Maria, Yesus, dan murid yang dikasihiNya
 

Misa jam enam in the morning.  Masih juga diingatkan tentang kasih๐Ÿ˜

Sepertinya Yesus paham bahwa ada sebagian umatNya yang masih 'ndablek' urusan kasih mengasihi ini.  Ngeyelan kayak aku.  Sukanya membantah begini begitu untuk membenarkan diri sendiri.  Itu sebabnya sabda di atas terus diulang-ulang.  Biar nggak sekedar masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sebaliknya.  Atau sekedar mampir hanya demi memenuhi isi kepala biar nggak terlalu kosong melompong. 

"Lha kek mana, Tuhan.  Saya pun penginnya seperti itu.  Biar bisa balance antara teori dan praktek.  Tapi kenyataannya kan nggak segampang itu!  Mengasihi orang yang baik sama kita saja terkadang masih lupa-lupa.  Apalagi mengasihi mereka yang nggak baik sama kita"

Jadi aku melihat Yesus tadi.  Tergantung di kayu salib sambil menunjuk ke arahku.  Kalau ada toa mungkin sudah diteriakkanNya keras-keras tentang kebebalan yang kupunya.  "Punya telinga tapi tidak mendengar!  Punya mata tapi tidak melihat!  Berhentilah sejenak dari riuh rendah, dan diamlah dalam senyap.  Maka semua akan terlihat kasat mata."

Dan sekali lagi aku hanya bisa berjanji.  Mungkin hanya janji-janji palsu.  Atau janji-janji tinggal janji.  Tapi minimal aku sudah berjanji.  Berjanji untuk memperbaiki  yang rusak menjadi baik kembali.  Berjanji untuk bisa mengasihi.  Berjanji untuk bisa berbuat dan bertingkah laku layaknya sahabat Yesus yang sejati.  Meskipun pada akhirnya nanti balik kepada kesalahan yang itu-itu lagi, tetapi jangan sampai mati rasa.  Meskipun tidak mudah untuk menepati janji, minimal jangan sampai hilang arah.

Meski sulit dilakukan, semangat jangan pernah padam.  Karena apapun ceritanya mengasihi juga perlu pengorbanan.  Berani melepaskan ego.  Berani merendah hati.  Berani ditolak.  Berani jadi bahan gunjingan.  Tidak masalah jika prosesnya tidak semulus jalan tol.  Yang penting sudah berani mengambil langkah.  Wajar jika terasa berat dan susah.  Namanya juga manusia.  Jangan pernah berhenti belajar untuk mengasihi, bagaimana pun caranya.

#blessSunday

Mengasihi Handphone Lebih Dari Segala Sesuatu

2 Mei 2024

 ====================================================================================================

Yoh 15:9"Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasih-Ku itu.

Yoh 15:10Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.

Yoh 15:11Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu dan sukacitamu menjadi penuh.

==============================================================================================

Pernah di suatu masa ketika masih bekerja, HP ketinggalan di rumah.  Panik?  Tentu saja!  Ketinggalan HP seolah-olah ketinggalan nyawa.  Terasa hampa.  Mati.  Bingung mau berbuat apa.  Handphone seolah menjadi barang paling penting di dunia, yang tanpanya, hidup juga tidak berarti apa-apa.  Dan itulah realita di zaman sekarang ini.  Realita ketika ada banyak orang yang lebih mengasihi handphonenya daripada mengasihi Allah dan sesama manusia.


Berbicara tentang kasih seringkali seperti tong kosong nyaring bunyinya.  Bunyi aja kenceng, action seringkali kurang! NATO! No Action Talk Only! 
 
Aku sering bertemu para pemuka agama yang pas di mimbar itu penuh semangat meneriakkan kasih, giliran ketemu gapruk wajahnya datar-datar saja.  Bahkan ada yang berpura-pura tidak melihat.  Padahal aku yakin beliau tahu kalau aku adalah umatnya.  Wong sama-sama baru keluar dari dalam gereja kok.  Minimal senyum kek kalau disapa.  Ini lempeng saja seolah mati rasa.  Memang tidak semua pemuka agama seperti itu.  Kalau pun ada, aku yakin itu bukan ada di parokiku๐Ÿ˜  Ya nggak papa sih sebenarnya kalau ada.  Hanya saja kok rasanya kayak gimana gitu ya.  Seperti sia-sia rasanya duduk serius mendengarkan kotbahnya ๐Ÿ˜‚
 
Tapi aku tidak mau membicarakan pemuka agama yang seperti itu.  Aku ingin berbicara tentang diriku sendiri saja.  Bagaimana mengasihi Allah dan sesama manusia itu sungguh masih menjadi PR besar, yang sampai sekarang tidak kunjung kelar.  Dan memang demikianlah adanya.  Lebih mudah mengasihi handphone daripada mengasihi Allah dan sesama manusia.  Kenyataannya memang seperti itu.  Buktinya aku kalang kabut kalau ketinggalan handphone tapi tidak pernah kalang kabut ketika ketinggalan misa.  Aku panik luar biasa ketika lupa menaruh handphone dan bersikap biasa-biasa saja ketika lupa tidak berdoa.  Aku menjadi orang yang serba minder dan gaptek saat tidak memegang handphone tapi bersikap acuh dan tidak mau tahu ketika harus  belajar menjadi manusia.  Dan sekali lagi, handphone masih menjadi prioritas utama dibandingkan hal-hal lainnya.

Yesus mengatakan bahwa orang yang hidup di dalam kasih, akan penuh dengan sukacita.  Itu memang seratus persen bener!  Buktinya kalau lagi ngambek sama suami, terus diem-dieman tanpa kata, malah membuatku sakit kepala.  Hidup segan mati tak mau!  Semua jadi serba salah.  Padahal kalau pas berbaik-baik sama dia, aku bebas bernyanyi sepuasnya di mana saja, bebas tertawa ngakak-ngakak kapan saja, bebas tersenyum dengan sumringah.  Dan tentu saja otomatis bebas dari sakit kepala dan sakit jiwa.  Jadi, banyak-banyaklah mengasihi, supaya terbebas dari berbagai macam penyakit dalam diri.
 
Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa handphone banyak membantu dalam segala bidang, tetapi seharusnya ia bukan menjadi prioritas utama dalam hidup.  Ada saat di mana kita harus mematikannya.  Ada saat di mana hidup harus terlepas dari keterikatan yang nyandu.  Tetap dibutuhkan saat-saat hening.  Tetap diperlukan suasana yang tenang dan spesial.   Selalu terbuka untuk memperbaiki relasi dengan Allah dan sesama.  Senantiasa siap melakukan hal-hal yang mungkin berguna bagi manusia lainnya.  Intinya adalah, berlakulah bijak dalam memanfaatkan teknologi.  Dan berlakulah bijak juga dalam menjalin hubungan secara personal dengan Sang Pencipta.

#2May2024#hariPendidikanNasional

Dua Puluh Tujuh April Dua Ribu Dua Puluh Empat

29 Apr 2024

Apakah ada yang merasa biasa-biasa saja saat pertambahan usia?  Bertambah usia dan semakin menua adalah hal yang lumrah.  Semua manusia pasti akan mengalaminya:  lahir, bertumbuh kembang sesuai bagiannya, menua, dan pada akhirnya mati.  Kalau pada akhirnya sudah berada di posisi golden age lebih sikit, itu adalah hadiah luar biasa dari Sang Pemberi Hidup.  Jadi setelah sebelumnya di masa lalu sibuk merayakan kehidupan yang masih berjalan dengan pesta pora, kali ini adalah kesempatan untuk lebih masuk ke dalam ketenangan dan keheningan.

Sabtu, 27 April 2024
Merayakan bertambahnya umur dengan memandikan anjing seperti biasa, bersih-bersih rumah, menonton serial criminal di Netflix, dan mendengarkan lagu-lagu melow kekinian sebagai pengantar tidur siang di Spotify.  Tidak ada kue ulang tahun dengan lilin-lilin yang harus ditiup.  Tidak ada nyanyian selamat ulang tahun.  Tidak ada pesta.  Yang ada adalah merayakan hidup dengan caraku.  Anak sulungku video call dan mengejekku dengan sebutan sudah tua.  Yang lain-lain memberikan ucapan selamat dengan caranya masing-masing.  Dan menurutku, semua itu adalah bagian dari perayaan kehidupan.  Menjalani hidup sesimpel dan sefleksibel mungkin dengan rasa bahagia.
 
Keesokan harinya memilih ikut misa yang jam enam pagi.  Saat yang tepat untuk berterima kasih kepada Sang Pemilik Kehidupan.  Meskipun banyak sekali pertanyaan yang berkecamuk di kepala, tetapi berbincang-bincang tentang kasih di pagi hari itu sungguh sangat berarti.  Aroma udara pagi dan kesunyian yang berdetak jauh di sudut hati menjadi bukti bahwa aku masih ada dan hidup ini sungguh nyata.  
 
Dalam keheningan aku memandang salib.  Mencoba berbincang dalam diam yang memabukkan.  Semakin memandang salib, semakin aku diingatkan tentang gambaran kematian sekaligus kehidupan.  Memandang salib adalah saat di mana aku merasa disayang dan diperhatikan.  Memandang salib terasa begitu menyakitkan sekaligus menyejukkan.  Memandang salib seolah memandang cinta yang seringkali terabaikan.    Memandang salib adalah menjenguk jauh ke dalam hati yang sekeras batu sekaligus rapuh.  Memandang salib adalah sumber kekuatan untuk tetap bisa bertahan dalam pengharapan.
 
Lima puluh tiga tahun sudah menerima udara dengan cuma-cuma.  Lima puluh tiga tahun tanpa pernah dikirimi tagihan sama sekali.  Bukankah ini adalah hal yang sungguh luar biasa?  Tidak masalah jika selama lima puluh tiga tahun tidak selalu bergelimang saat-saat indah.  Tidak masalah jika ada kalanya mengalami hari-hari suram.  Tidak masalah apapun warna yang pernah terjadi tergores dan tergambar di dalamnya.  Yang menjadi masalah adalah jika engkau mulai hilang rasa percaya.  Hilang pengharapan, iman, dan juga cinta.

Jadi, tetaplah memandang salib.  Tetaplah percaya!

#blessingday270424

Jumat Agung di Paroki Yang Sudah Tidak Ribet Lagi

29 Mar 2024

Setelah beberapa bulan menyibukkan diri di kota Jogja bersama anak-anak, akhirnya aku memutuskan merayakan Paska di Batam bersama bapaknya anak-anak.  Gantian!  Karena sekarang ini cuman aku yang jadwalnya longgar selonggar-longgarnya tanpa perlu takut dipecat gara-gara ambil cuti kepanjangan.  Enaknya orang nggak kerja itu ya begini ini.  Bebas merdeka bisa kemana-mana.  Nggak enaknya ya hidup menjadi harus agak irit karena sudah tidak berpenghasilan lagi.  Meskipun isi dompet tinggal nunggu transferan dari suami, tetap saja ada rasa nggak enak di hati kalau terlalu agresif pengin belanja sana sini.

Hari ini aku ikut Jumat Agung di gereja paroki.  Kemarin waktu misa Kamis Putih sempat bingung karena bangku umat di deretan depan jadi bertambah beberapa deret lagi.  Eh, ternyata karena ada perubahan sedikit di seputaran altar.  Salib besar yang kemarin menggantung tepat di depan altar akhirnya dipindahkan ke tengah, tepat di belakang altar.  Ikutan lega melihatnya.  Bukan karena tidak suka dengan desainnya yang lama.  Tetapi lebih kepada rasa kuatir yang selama ini kupendam, kalau posisi sedang berada di bawah salib pada saat salib masih menggantung.  Kuatir salibnya tiba-tiba jatuh menimpa orang yang sedang berada di bawahnya.  Dengan beban seberat itu sudah pasti bisa matilah seandainya ada yang ketimpa.

Namanya nasib orang memang tidak ada yang tahu.  Jadwal mati apalagi.  Tetapi menurutku berhati-hati itu juga perlu.  Meskipun salib di gereja terlihat estetik karena bentuknya yang lain daripada yang lain, seharusnya safety tetap menjadi prioritas yang utama.  Posisi yang tinggi menggantung tentu saja membuat rumit urusan maintenance karena harus menyewa scaffolding yang mau tidak mau pasti berkaitan dengan duit.  Belum lagi kerepotan yang sungguh merepotkan setiap pekan suci karena harus menutup salib dengan kain dan harus membukanya pada saat Jumat Agung.  Repot dan ribet, sekaligus beresiko karena bisa saja ada kemungkinan cedera.  

Dan menurutku, meskipun posisi salib sekarang sudah pindah di belakang altar, tepat di tengah-tengah dinding berlatar belakang Bunda Maria sedang menggendong kanak-kanak Yesus dengan sandal jepitnya yang hampir copot satu, tetap saja masih terlihat estetik kok.  Kan tidak diganti.  Hanya pindah tempat.  Selain indah dipandang, juga tidak membuat hatiku ketar-ketir dan selalu terasa mau copot setiap acara Jumat Agung seperti sekarang ini, saat melihat para petugas berjibaku melepas kain ungu dengan susah payah.  Sekarang acaranya jadi lebih tertib karena tidak perlu melihat altar penuh dengan orang-orang yang berusaha keras untuk membuka penutup salib. 

Seperti biasa acara berlangsung dengan sangat panjang dan lama.  Yang membuatnya lama tentu saja karena bacaan Injil dinyanyikan, bukan dibacakan.  Entah karena faktor kipas angin yang berputar terlalu kencang,  atau karena petugas yang terlalu melow saat menyanyikan bacaan Injil, tiba-tiba saja mataku terasa berat.  Ngantuk pol pokoke.  Seperti dininabobokan rasanya.  Berkali-kali aku mencoba bertahan supaya tidak tertidur.  Kan celaka dua belas kalau sampai tertidur di gereja gara-gara mendengarkan nyanyian yag terlalu 'merdu'.  Dan akhirnya setelah Injil selesai dinyanyikan, memang otomatis kantuk pun menghilang. 


Jumat Agung kali ini terasa lebih khusuk karena ibadat diadakan sebanyak dua kali.  Jam dua belas dan jam tiga sore.  Kalau tidak pasti sudah umpek-umpekan, dan bakal terasa lebih panas lagi karena jumlah umat yang berjubel setiap masa Paska.  Selain itu beberapa kapel juga mengadakan perayaan pekan suci tersendiri sehingga mengurangi kepadatan umat.  Pada akhirnya perayaan Jumat Agung di paroki berakhir dengan baik dan lancar.  Hampir dua setengah jam yang sangat melelahkan.  Tetapi tetap saja tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan Yesus yang sampai berdarah-darah mengurbankan diriNya.

"Yesus yang baik, ampuni aku hambaMu yang kurang ajar ini.  Banyak bicara, banyak kata, banyak dosa.  Ampuni aku yang masih saja berkepala batu.  Menangis sebentar, sesudah itu pudar.  Memang sulit untuk menjadi orang rendah hati yang berhalus budi.  Tetapi minimal izinkan aku, untuk menyimpan segenap luka-lukaMu di salib dalam relung keimananku, yang sangat jauh dari kata baik-baik saja! Amin."

#GoodFriday-290324

Prapaska (Hari ke-38)

21 Mar 2024

 ______________________________________________________________________________________

Yoh 8:51Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya."

Yoh 8:52Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: "Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.

Yoh 8:53Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabipun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?"

Yoh 8:54Jawab Yesus: "Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami,

Yoh 8:55padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya.

 _____________________________________________________________________________________

Beberapa hari lagi sudah mulai masuk Pekan Suci.   Sudah harus mulai menyiapkan tenaga ekstra supaya bisa full mengikuti perayaan dari mulai Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Vigili Paska sampai Minggu Paska.  Jangan sampai malah akhirnya terkapar kecapekan hanya karena semangat yang berlebihan. Pertanyaannya adalah, apakah kita sudah siap merayakannya?

 

Paska kali ini menjadi agak spesial untukku karena baru kali ini memutuskan untuk tidak ikut terlibat dalam kegiatan sama sekali.  Tidak ikut koor, tidak ikut tugas, tidak ikut apa-apa.  Hanya ingin diam saja.  Pengin anteng-anteng saja.  Malah anak-anak yang tahun ini aktif terlibat dalam kegiatan.  Si Bungsu sibuk latihan koor karena kelompok paduan suara sekolahnya bertugas untuk Ekaristi Kaum Muda di salah satu gereja di Jogjakarta untuk malam Vigili Paska.  Masnya yang dasarnya introvert tiba-tiba semangat pol waktu diberi mandat untuk jadi salah satu petugas rasul di gereja pada saat perayaan Kamis Putih.  Padahal hari-harinya sedang disibukkan dengan persiapan ujian sekolah.  

Menengok sejenak kepada sabda Yesus di atas, sudah sewajarnya kalau setiap hati berkobar-kobar menjelang perayaan Paska.  Berkobar-kobar dengan caranya masing-masing.  Berkobar-kobar karena merasa kenal dekat dengan Yesus dan dikenal baik oleh Dia.  Berkobar-kobar karena ingin menunjukkan bahwa sebagai orang yang percaya, kita juga ingin mengikuti perintah, melaksanakan firmanNya.  Tapi apakah semudah itu?  Tentu tidak.  Melaksanakan firman tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.  Harus ada usaha.  Harus ada effort.  Ada semangat.  Tidak mungkin melaksanakan firman hanya karena ritual saja.  Nanti hasilnya hanya akan menjadi sekedar basa-basi.  Hanya akan menjadi seperti orang Farisi yang pintar mendua muka.  Ujung-ujungnya hanya akan menghasilkan mental hipokrit.  Munafik!


Terus, kalau tiba-tiba ingin stagnan, tidak ingin ikut berkegiatan apapun, apakah berarti hatiku tidak berkobar-kobar?   Apakah hidupku sedang tidak baik-baik saja?  Ya tidak juga.  Berkobar-kobar atau tidaknya seseorang dalam menghayati imannya tidak harus ditentukan apakah dia rajin ikut kegiatan gereja atau tidak.  Bisa saja dia sedang melakukan sesuatu yang tidak semua orang tahu dan harus tahu.  Dan menurutku setiap orang pasti punya cara dan alasan tersendiri bagaimana ia akan melakukan firman dalam hidupnya sehari-hari.  Tidak harus membebek orang lain.  Oh dia begitu makanya aku juga harus begitu.  Dia begono makanya aku juga harus begono.

Jadilah pelaku firman sesuai versimu masing-masing.  Bukan karena ingin dilihat orang, tetapi karena Yesus sendiri memang mengajarkannya demikian.  Jangan takut dengan apa kata orang, penilaian orang.  Jangan berhenti hanya karena merasa tidak sanggup, tidak mampu.  Percayalah bahwa Yesus tidak akan membiarkan dirimu berjalan sendirian.  Yesus yang disalib, yang bangkit dari kematian, Ia yang pertama-tama akan mengulurkan tangan, demi mengangkatmu saat terjatuh.  Jadi, jangan pernah menyerah untuk menyusuri jalan panjang berliku.  Jangan pernah ragu akan datangnya hari baru. Karena sekali lagi, Ia tidak akan pernah membiarkanmu sendirian menyusuri jalan sunyi.

Prapaska (Hari ke-30)

14 Mar 2024

 

Di Minggu Prapaska hari ke-30 ini, ketika sedang makan kue molen sembari menyeruput secangkir kopi, tiba-tiba aku kepikiran seandainya Yesus hidup di zaman sekarang ini.  Bagaimana penampilanNya?  Apa yang akan dilakukanNya?  Apakah Ia akan memilih untuk tetap gondrong? Atau memilih berpenampilan ganteng kasual seperti drama-drama Korea yang sering kutonton?  Apakah Ia akan tetap vocal? Atau apakah Ia akan tetap berani menyuarakan kebenaran seperti yang diajarkanNya?  Dan banyak apakah-apakah lain yang tiba-tiba saja berseliweran di kepala. 

Menurutku, berpikir dan bertanya adalah cara untuk lebih 'mengenal' Yesus sesuai versiku.  Jadi jangan ada yang baper dan berburuk sangka, karena aku bukan seorang Teolog atau Ahli Agama.  Tidak ada yang salah dengan munculnya berbagai macam pertanyaan dalam perjalanan beriman seseorang.  Karena pemahaman tentang Yesus di zaman sekarang ini tergantung pada interpretasi masing-masing individu yang merasa mengenal Dia berdasarkan pengalaman pribadi.  Namun, berdasarkan ajaran-ajaran Yesus yang terdapat dalam Injil, nilai-nilai universal cinta, belas kasih, keadilan, dan perdamaian yang diajarkan-Nya, aku jadi lebih bisa membayangkan seandainya angan-anganku itu nyata adanya.

Yesus sering menekankan pentingnya melayani mereka yang kurang beruntung dan terpinggirkan dalam masyarakat. Tentu saja Ia akan melibatkan diri secara aktif dalam berbagai bentuk pelayanan sosial dan upaya kemanusiaan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Meskipun di zaman sekarang ini membantu orang lain tidak semudah membalikkan telapak tangan, kurasa Yesus tidak akan menyerah begitu saja.  Hambatan yang muncul pada saat pelayanan, bisa jadi malah akan dijadikan sebagai suatu tantangan, untuk membuktikan bahwa yang namanya melayani dan membantu, tidak perlu dibatasi dengan berbagai sekat apa saja.

Di samping itu, tentu saja Yesus akan menggunakan berbagai metode komunikasi yang tersedia, termasuk media sosial, internet, dan berbagai platform komunikasi modern untuk terus mengajarkan nilai-nilai kasih, pengampunan, dan belas kasih kepada semua orang.  Kurasa Ia juga akan merekrut tim Admin yang bisa membantuNya mengoperasikan semua media komunikasi yang dimiliki supaya pewartaanNya menjadi lebih efektif dan mudah diterima oleh banyak kalangan.

Kalau melihat karakter Yesus yang tegas, berani dan tanpa ragu-ragu, aku yakin Ia akan tetap vocal sama seperti dulu.  Tetap berani menyuarakan keadilan dan perdamaian dalam berbagai isu sosial, politik, dan lingkungan hidup. Bisa jadi Ia akan mendukung gerakan atau kampanye yang memperjuangkan hak asasi manusia, kesetaraan, dan perdamaian dunia secara terang-terangan.  Tidak dengan demo panas-panasan.  Tapi bisa jadi dengan cerdas Dia akan memanfaatkan Youtube, Twitter, atau lewat Podcast untuk menyuarakan pendapatNya.

Seperti yang selalu dilakukanNya selama pelayanan, Yesus mungkin akan terus menginspirasi pengikut-Nya untuk hidup sesuai dengan ajaran-Nya, yaitu dengan cara mencintai sesama, memaafkan, dan melayani orang lain.  Sungguh bukan hal yang mudah.  Teorinya sih mudah.  Tetapi prakteknya sungguh sulit luar biasa.  Dan menurutku Yesus akan menempatkan diriNya sendiri sebagai contoh supaya pengikutNya bisa melakukan semua itu.  Kalau gagal, ulang!  Kalau masih juga gagal, ulang lagi!  Ulang terus meskipun harus gagal sampai ribuan kali. 

Yesus mungkin akan terlibat dalam upaya pemulihan dan penyembuhan, baik secara fisik, emosional, maupun spiritual, bagi mereka yang terluka dan terpengaruh oleh berbagai masalah dan tantangan dalam kehidupan modern.  Bisa jadi Ia akan membuka ruang konsultasi sebagai seorang psikolog, dokter jiwa atau mungkin seorang therapis.  Dan menurutku hal itu bisa saja terjadi karena zaman sekarang ini jumlah orang stres dan depresi akan selalu bertambah setiap hari. 

Ia akan tetap menentang segala bentuk ketidakadilan, penindasan, dan eksploitasi manusia.  Ia juga akan  mengajak orang untuk berdiri di samping mereka yang dianiaya dan terzalimi, dengan cara yang elegan dan berpendidikan, bukan dengan cara yang barbar.  Ketika semua kegiatan kemanusiaan yang dilakukan bisa saja dibenturkan dengan sistem perundang-undangan yang ada, maka salah satu cara untuk berjuang adalah melawan dengan pemikiran-pemikiran.  Menambah ilmu, menambah jam terbang, menambah koneksi dan  kawan-kawan baru untuk membantu perjuangan.

Itulah beberapa hal yang mungkin bisa jadi akan dilakukan Yesus seandainya Ia hidup di zaman sekarang ini.  Secara pribadi sih aku lebih suka melihatNya tampil dengan rambut gondrong, celana jeans, kaos oblong dan sepatu sneakers.  Tapi nanti tidak ada yang percaya kalau penampilanNya nggembel seperti itu.  Karena sekarang ini orang lebih percaya dengan penampilan yang necis dan mbois.  Apalagi kalau sampai baunya harum mewangi di mana-mana.  Itu sebabnya sekarang ini banyak pemuka agama yang berpenampilan necis-necis, mbois dan juga wangi.  Belum lagi 'tunggangan'nya yang tak kalah necis dibandingkan penunggangnya sendiri.  
 
Tapi untukku pribadi sih terserah Yesusnya sajalah.  Mana-mana sajalah yang Dia suka.  Mau berpenampilan seperti apapun toh aku akan tetap cinta.  Yang jelas prinsip-prinsip ajaranNya yang mendasar akan tetap relevan dan dapat menjadi panduan bagi diriku dan bagi banyak orang lainnya untuk selalu bertindak dalam kebaikan dan keadilan di zaman yang semakin semrawut sekarang ini๐Ÿ˜

Prapaska (Hari ke-25)

9 Mar 2024

 _____________________________________________________________________________________

Luk 18:9Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain, Yesus mengatakan perumpamaan ini:

Luk 18:10"Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai.

Luk 18:11Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;

Luk 18:12aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku.

Luk 18:13Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.

Luk 18:14Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."

 ______________________________________________________________________________________

Aku sering bertemu dengan orang, yang dengan terang-terangan menghinakan orang lain karena merasa dirinya lebih baik.  Dan seringkali orang-orang seperti ini kebanyakan berada dalam lingkaran, di mana mereka seharusnya bisa menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang yang mereka hinakan.  Lagaknya sih tidak menghina, tidak merendahkan, tetapi gaya congkak yang terlihat sudah cukup untuk mewakili apa yang sesungguhnya ada dalam diri dan hati mereka.  

Sabda Yesus di atas mengingatkan aku pada sekumpulan orang dalam gereja, yang mendadak merasa jadi orang-orang pilihan Allah, ketika menjadi bagian dari tugas perutusan.  Meskipun di dalamnya ada juga orang-orang yang bisa dibilang belum kompeten untuk menjadi bagian dari kumpulan itu, tetapi karena ditunjuk dan seolah 'dipaksa' untuk terlibat, maka mau tidak mau mereka bisa berada di sana.  Kumpulan ini tentu saja direstui oleh gereja.  Direstui dan difasilitasi karena pada dasarnya mereka diharapkan menjadi kepanjangan tangan dari gereja untuk bisa berinteraksi dengan mereka yang tidak bisa dijangkau secara keseluruhan akibat kurangnya sumber daya manusia yang ada.

Pada awalnya sih biasa saja.  Tetapi entah kenapa, tiba-tiba saja kumpulan ini malah terlihat seperti kumpulan eksklusif yang merasa dirinya sangat istimewa.  Kumpulan yang menganggap orang lain yang tidak terlibat secara langsung sebagai anggota adalah orang yang tidak layak untuk mengemban tugas perutusan.  Hanya orang yang menjadi anggota saja yang boleh memimpin ini itu.  Hanya mereka yang harusnya begini begitu.  Orang lain yang bukan anggota tidak boleh.  Kalau untuk urusan tugas-tugas tertentu aku masih maklum.  Tetapi menjadi tidak masuk akal ketika hanya sekedar memimpin doa di lingkungan saja harus menunggu mereka juga.  Kalau mereka berhalangan baru yang lain bisa memimpin. Itupun harus atas seizin  mereka, karena mereka menganggap bahwa diri mereka adalah orang-orang istimewa.  Ribet banget sepertinya hidup ini!

Menurutku, seharusnya tugas perutusan itu bisa diemban oleh siapa saja.  Bukan suatu dosa jika orang yang tahu mau berbagi dengan orang yang tidak tahu.  Bukan suatu hal yang salah jika orang yang punya akses bagus di gereja memberikan kesempatan kepada mereka yang bisa jadi ingin belajar tapi tidak punya waktu.  Setiap anggota gereja di dalam wadah terkecil sekalipun memiliki hak yang sama untuk terlibat secara penuh dalam tugas perutusan.  Jangan pernah merasa lebih tinggi jikalau kaki masih menapak di bumi.  Jangan merasa spesial karena kita bukan Indomie ๐Ÿ˜.  Bahagiakan diri sendiri sajalah dengan banyak-banyak berbagi ilmu.  Jangan pelit-pelit karena ilmu tidak akan dibawa mati.

Satu lagi, jangan sering bilang begini: "Saya ini bukan sombong ya. Bukan karena kuat dan hebat maka saya bisa menjadi bagian dari tugas perutusan seperti sekarang ini.  Tapi ini semua karena adanya campur tangan Allah sendiri!"  Jujur saja, mendengarnya saja sudah membuatku mau muntah.  Ini menurutku hanya akan menjadi kata-kata sampah ketika antara perkataan dan perbuatan menjadi tidak sinkron dan sejalan.  Mengaku tidak sedang menyombongkan diri, tetapi dari awal sampai akhir selalu membicarakan dirinya sendiri.  Mengaku tidak sedang merendahkan orang lain tetapi semua yang keluar dari mulutnya hanyalah kata-kata bertema penghinaan.  
 
Mungkin lebih baik bertindak seperti pemungut cukai dalam bacaan di atas.  Sadar bahwa dirinya tidak layak dan pantas di hadapan Tuhan, sehingga ia ingin melakukan apa saja supaya dosa-dosanya bisa diampuni.  Tidak pernah bosan memohon belas kasih Tuhan supaya hidupnya dimudahkan.  Fokus kepada pertobatan diri sendiri sehingga tidak merasa pantas untuk mengomentari dan menghakimi orang lain.  Dengan fokus kepada perbaikan diri sendiri, maka akan selalu ada harapan bahwa segala sesuatunya akan lebih dimudahkan ๐Ÿ’“
 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS