Kamis Putih 2023

7 Apr 2023

Setelah beberapa waktu merayakan pekan suci secara daring, mulai Minggu Palma kemarin akhirnya kesampaian juga untuk merayakannya secara langsung di gereja, tanpa harus menggunakan masker.  Dan pada hari raya Kamis Putih kemarin, semua yang gersang seperti disegarkan kembali dengan mengenangkan kembali perjamuan terakhir.

Seperti biasa, perayaan Kamis Putih selalu membawa rasa kepada suatu peristiwa, tentang kisah penghianatan, tentang sisi kemunafikan dari diriku sebagai manusia.  Peristiwa Yesus merayakan perjamuan terkhir bersama para muridNya, membuatku menerawang jauh dan berandai-andai, terpatri pada dua tokoh sentral dari antara dua belas rasul pilihan.  Yudas Iskariot dan Simon Petrus.  Bagaimana mungkin dua orang pilihan yang pada awalnya turut bersukacita merayakan perjamuan, dengan sekejap mata bisa berbalik arah menjadi orang yang menghianatiNya, hanya demi harta dan keselamatan diri sendiri belaka?  

Tetapi kemudian aku sadar, seandainya aku berada di pihak Yudas Iskariot, bisa jadi aku juga akan melakukan hal yang sama.  Toh zaman sekarang ini banyak orang yang memusatkan hidupnya hanya pada uang.  Uang memang bukan segala-galanya, tetapi segalanya butuh uang.  Jadi, memberikan penghakiman pada Yudas Iskariot, bagiku sama seperti mengacungkan telunjuk pada diri sendiri, bahwa dalam hidup ini, faktanya adalah seperti itu. Bisa jadi aku adalah perwujudan Yudas Iskariot dalam zaman sekarang ini.  Rela menjual keyakinan, iman dan idealisme hanya demi uang dan ketenaran.  Atau berada di pihak Petrus Sang Rasul Kepala yang dengan pedih hati rela menyangkal dan menghianati Sang Guru terkasih hanya demi menyelamatkan diri sendiri?  Who knows?  Semua bisa terjadi dan selalu ada kemungkinan terjadi.

Jadi, setiap Kamis Putih, setiap melihat adegan Yesus mencuci kaki kedua belas rasul, selalu hatiku terasa sakit.  "Kalau Dia yang adalah Tuhan dan Guru rela mencuci kakiku, mengapa sulit bagiku untuk melakukan hal yang sama?"  Hatiku sakit karena melihatNya begitu total dalam mencintai.  Sudah tahu akan dikhianati dan disakiti, tetapi tetap peduli, tetap mengasihi tanpa pamrih.  Jujur saja hatiku sakit, karena belum bisa mengikuti dan meneladan hidup Sang Guru seperti itu.  Mengasihi itu bagiku mudah untuk diucapkan dan dinasihatkan kepada orang lain, tetapi sangat sulit untuk kulakukan bagi diriku sendiri.  Alangkah munafiknya aku.  Dan memang begitulah jadinya.  Itu sebabnya setiap mengikuti misa aku selalu membeku di titik konsekrasi.  Tenggelam dalam rasa campur aduk.  Merayakan perjamuan dalam kedalaman rasa seorang pendosa.  Seorang pendosa yang hari ini bertobat dan besok dengan tanpa rasa bersalah sudah lupa dan kembali mengulanginya.  

Seperti Yudas Iskariot dan Simon Petrus, memang aku tidak layak.  Tetapi dalam ketidaklayakan ada setitik harapan, bahwa cintaNya akan menyembuhkan.  "Ya Tuhan, saya tidak layak, Tuhan datang pada saya, tetapi bersabdalah saja, maka saya akan sembuh!"

SELAMAT MENGENANGKAN PERJAMUAN MALAM TERAKHIR

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS