Good Friday 2023

7 Apr 2023

Menurutku, hari ini adalah perayaan Jumat Agung yang spesial karena hampir 100% umat hadir sama sekali tanpa masker.  Setelah kurang lebih tiga tahun harus menahan nafas dalam kepengapan masker yang membebat muka, pada akhirnya aku juga sudah berani melepaskannya, dengan kelegaan sekaligus tetap dengan kewaspadaan.  Melihat banyak orang sudah berani tampil dengan normal, sedikit banyak memberikan satu aliran rasa gembira, karena tidak harus bermain tebak wajah, setiap bertemu dengan kenalan dan handai taulan.

Pagi tadi, pada akhirnya harus absen juga dari keinginan untuk mengikuti jalan salib, yang dinarasikan dengan Tablo oleh para orang muda di parokiku.  Kelelahan beberapa hari ini dalam mengikuti kegiatan persiapan Paska membuat badan terasa seperti habis digebuki orang sekampung dan ditindih berton-ton beban.  Meskipun hanya membantu bersih-bersih gereja, membantu dekor altar sedikit-sedikit, tetapi karena dilakukan selama beberapa hari, pada akhirnya toh melelahkan juga.  Sesampai di rumah baru terasa capeknya sungguh luar biasa.  Dan baru tersadari bahwa aku sudah tidak muda lagi!  Semangat bolehlah beradu dengan orang muda, tetapi raga tetap tidak bisa membohongi kenyataan yang ada.

Sejujurnya, aku merasa kurang menghayati perayaan Jumat Agung hari ini.  Bisa jadi karena lelah, bisa jadi juga karena sebelum berangkat ke gereja aku malah menenggak dua sendok obat batuk yang berefek ngantuk.  Baru satu jam ibadat berlangsung mata sudah seperti kena lem.  Maunya merem!  Tapi karena tidak mungkin merem di gereja, mau tidak mau aku berusaha untuk tetap fokus.  

Hanya saja bacaan Injil tentang kisah sengsara Kristus yang dilagukan kali ini, malah membuat penampakan terasa lucu.  Para petugasnya seperti tidak serius karena sedikit-sedikit salah lantun, dan ekspresi mereka seperti tidak menampilkan aura yang keluar dari isi bacaan yang seharusnya beraroma kesedihan.  Beberapa petugas malah tidak bisa menahan senyum.  Apalagi koor yang pada awalnya sudah bagus malah terpukau dengan lantunan bacaan yang dibawakan petugas dan menjadikan mereka lupa pada salah satu bagian di mana harus memberikan sahutan.  Jadinya aku hanya berfokus, sekaligus perhatian pada bagian-bagian yang salah saja tanpa bisa menarik makna dari kisah sengsara yang biasanya membuatku meneteskan air mata.

Dan seperti biasa, ibadat yang sedianya direncanakan hanya berlangsung paling lama dua jam, toh harus berjalan selama hampir tiga jam juga.  Padahal ibadat selanjutnya dijadwalkan jam tiga sore hari itu juga.  Alhasil umat yang mau pulang dan baru datang harus saling umpek-umpekan.  Menyusahkan para petugas parkir dan petugas tatib tentunya.  Dan ujung-ujungnya menyusahkan keluargaku, karena mobil suami yang seharusnya menyisih duluan pada akhirnya tertutup mobil yang baru datang karena dia sibuk ikut mengatur parkir dan lupa dengan nasib mobilnya sendiri 😂.  Pada akhirnya ya begitulah.  Suami harus menunggu lagi sampai selesai acara ibadat kedua sementara aku dan anak-anak, harus pulang ke rumah naik gojek karena mobil jemputan dilarang masuk sampai halaman gereja supaya tidak mengganggu akses kendaraan masuk dan keluar.   

Terlepas dari adanya penghayatan atau tidak, minimal aku tetap berharap, semoga kondisi seperti ini akan berjalan terus sampai selamanya.  Tidak ada lagi Corona, tidak ada lagi penyakit-penyakit lainnya, tidak ada lagi sekat-sekat, tidak ada lagi ketakutan dan kecemasan.  Kiranya sengsara dan wafat Kristus menjadi sarana keselamatan bagi setiap orang yang berharap kepadaNya.

💟Happy Good Friday


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS