Mendadak Katekis

7 Feb 2024

Datanglah kepadaKu yang letih dan berbeban berat, maka Aku akan memberikan kelegaan kepadamu
 
Meskipun di luar berpenampilan layaknya 'preman', tapi pada dasarnya aku ini agak cemen.  Gampang terharu.  Nonton drakor mewek.  Dengerin lagu sedih terharu.  Nemu kalimat indah nan mendayu-dayu di tiktok langsung meneteskan air mata.  Dengar kotbah di gereja yang ngena di hati langsung meleleh. Nggak tegaan sama orang.  Gampang luluh dengan wajah memelas butuh pertolongan.  Wes pokoke aku ini sebenarnya memang agak-agak melow-melow gitulah.  Cuman karena ketutup sama sifat celelekan dan suka bercanda jadinya nggak terlalu kelihatan😁
 
Karena nggak tegaan aku jadinya nggak bisa menolak waktu ditawari menjadi katekis dadakan di paroki.  Hanya bermodal pengalaman jadi aktivis gereja dari zaman masih muda, suka membaca dan tahu 'sedikit' tentang liturgi.  Ditambah dengan pengalaman dulu pernah jadi katekis dadakan juga di kawasan industri tempat aku kerja, plus 'rayuan' maut seorang kawan yang waktu itu jadi Koordiantor Sie Liturgi Paroki, aku memberanikan diri ikut uji nyali dengan mengatakan iya.  Oke!  Meskipun terus terang sebenarnya aku agak malas harus belajar lagi.  Belum lagi ada kekuatiran tersendiri karena paginya aku kerja.  Takutnya tidak bisa membagi waktu antara mengurus rumah (anak-anak dan suami), pekerjaan dan para katekumen itu sendiri.  Alhasil dari ketakutan itu aku malah bisa menjalaninya selama enam tahun lebih sebelum akhirnya memutuskan untuk pamit karena masih harus riwa-riwi antara Batam dan Jogja.
 
Pada dasarnya sih menjadi seorang katekis tanpa sekolah itu tidaklah terlalu susah.  Yang penting harus rajin ikut pertemuan modul yang sudah ditentukan bersama para katekis lain dan pastor paroki. Pertemuan yang biasanya diadakan satu atau dua hari sebelum pertemuan dengan para katekumen.  Harus rajin mencari-cari 'ilmu' lagi di luar sana.  Harus mau mengoprak-oprak katekismus GK lagi.  Dan sedikit banyak mau mempraktekkan dalam kehidupan nyata.  Sudah!  Dan satu lagi yang paling penting: bisa mengajar!  Tahu ilmu banyak-banyak kalau tidak bisa mengajar ya percuma.  Bisa mengajar kalau tidak ada ilmunya ya sami mawon.  Dalam hal ini aku sendiri berusaha untuk belajar menjadi guru sekaligus muridnya.  Artinya meskipun aku gurunya tetap tidak membuka kemungkinan bahwa aku mungkin bisa salah.  Jadi tidak boleh ada alasaan untuk tidak  menambah-nambah ilmu.
 
Selama ini, dalam memberikan pelajaran sebisa mungkin aku berusaha untuk menyampaikan dengan pemahaman-pemahaman yang sederhana agar mudah dipahami.  Berusaha untuk tidak terlalu 'keras' terhadap segala macam tetek bengek aturan yang ada.  Selagi bisa memenuhi kewajiban yang ada meskipun berjalan lambat ya tidak masalah.  Namanya juga tinggal di kota industri, jadi terkadang hari Minggu pun harus masuk kerja.  Izin tidak bisa mengikuti pelajaran.  Pada prinsipnya mau izin apapun semua bisa dikomunikasikan.  Nggak bisa ikut pelajaran ya atur untuk ikut susulan.  Nggak bisa ikut susulan di gereja ya datang saja ke rumah untuk ikut susulan sambil makan mie ayam.  Yang penting komunikasi.  Dan secapek apapun biasanya aku berusaha untuk membantu.

Jadi jangan kaget kalau aku masuk dalam kategori katekis nggak tegaan.  Nggak bisa lihat orang lain susah.  Belum bisa tenang kalau ada katekumen yang bermasalah.  Sebisa mungkin berusaha meluangkan waktu untuk membantu mencarikan solusi jika timbul masalah.  Kesannya aku tuh 'lembek' banget terhadap para katekumen.  Padahal menurutku, memang itulah tugas sebagai seorang katekis.  Meskipun hanya dadakan, tetapi harus bisa mencerminkan gambaran Gereja yang siap menjadi kepanjangan tangan Tuhan bagi siapa saja, di mana saja, dan kapan saja.  Setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS