Jumat Agung di Paroki Yang Sudah Tidak Ribet Lagi

29 Mar 2024

Setelah beberapa bulan menyibukkan diri di kota Jogja bersama anak-anak, akhirnya aku memutuskan merayakan Paska di Batam bersama bapaknya anak-anak.  Gantian!  Karena sekarang ini cuman aku yang jadwalnya longgar selonggar-longgarnya tanpa perlu takut dipecat gara-gara ambil cuti kepanjangan.  Enaknya orang nggak kerja itu ya begini ini.  Bebas merdeka bisa kemana-mana.  Nggak enaknya ya hidup menjadi harus agak irit karena sudah tidak berpenghasilan lagi.  Meskipun isi dompet tinggal nunggu transferan dari suami, tetap saja ada rasa nggak enak di hati kalau terlalu agresif pengin belanja sana sini.

Hari ini aku ikut Jumat Agung di gereja paroki.  Kemarin waktu misa Kamis Putih sempat bingung karena bangku umat di deretan depan jadi bertambah beberapa deret lagi.  Eh, ternyata karena ada perubahan sedikit di seputaran altar.  Salib besar yang kemarin menggantung tepat di depan altar akhirnya dipindahkan ke tengah, tepat di belakang altar.  Ikutan lega melihatnya.  Bukan karena tidak suka dengan desainnya yang lama.  Tetapi lebih kepada rasa kuatir yang selama ini kupendam, kalau posisi sedang berada di bawah salib pada saat salib masih menggantung.  Kuatir salibnya tiba-tiba jatuh menimpa orang yang sedang berada di bawahnya.  Dengan beban seberat itu sudah pasti bisa matilah seandainya ada yang ketimpa.

Namanya nasib orang memang tidak ada yang tahu.  Jadwal mati apalagi.  Tetapi menurutku berhati-hati itu juga perlu.  Meskipun salib di gereja terlihat estetik karena bentuknya yang lain daripada yang lain, seharusnya safety tetap menjadi prioritas yang utama.  Posisi yang tinggi menggantung tentu saja membuat rumit urusan maintenance karena harus menyewa scaffolding yang mau tidak mau pasti berkaitan dengan duit.  Belum lagi kerepotan yang sungguh merepotkan setiap pekan suci karena harus menutup salib dengan kain dan harus membukanya pada saat Jumat Agung.  Repot dan ribet, sekaligus beresiko karena bisa saja ada kemungkinan cedera.  

Dan menurutku, meskipun posisi salib sekarang sudah pindah di belakang altar, tepat di tengah-tengah dinding berlatar belakang Bunda Maria sedang menggendong kanak-kanak Yesus dengan sandal jepitnya yang hampir copot satu, tetap saja masih terlihat estetik kok.  Kan tidak diganti.  Hanya pindah tempat.  Selain indah dipandang, juga tidak membuat hatiku ketar-ketir dan selalu terasa mau copot setiap acara Jumat Agung seperti sekarang ini, saat melihat para petugas berjibaku melepas kain ungu dengan susah payah.  Sekarang acaranya jadi lebih tertib karena tidak perlu melihat altar penuh dengan orang-orang yang berusaha keras untuk membuka penutup salib. 

Seperti biasa acara berlangsung dengan sangat panjang dan lama.  Yang membuatnya lama tentu saja karena bacaan Injil dinyanyikan, bukan dibacakan.  Entah karena faktor kipas angin yang berputar terlalu kencang,  atau karena petugas yang terlalu melow saat menyanyikan bacaan Injil, tiba-tiba saja mataku terasa berat.  Ngantuk pol pokoke.  Seperti dininabobokan rasanya.  Berkali-kali aku mencoba bertahan supaya tidak tertidur.  Kan celaka dua belas kalau sampai tertidur di gereja gara-gara mendengarkan nyanyian yag terlalu 'merdu'.  Dan akhirnya setelah Injil selesai dinyanyikan, memang otomatis kantuk pun menghilang. 


Jumat Agung kali ini terasa lebih khusuk karena ibadat diadakan sebanyak dua kali.  Jam dua belas dan jam tiga sore.  Kalau tidak pasti sudah umpek-umpekan, dan bakal terasa lebih panas lagi karena jumlah umat yang berjubel setiap masa Paska.  Selain itu beberapa kapel juga mengadakan perayaan pekan suci tersendiri sehingga mengurangi kepadatan umat.  Pada akhirnya perayaan Jumat Agung di paroki berakhir dengan baik dan lancar.  Hampir dua setengah jam yang sangat melelahkan.  Tetapi tetap saja tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan penderitaan Yesus yang sampai berdarah-darah mengurbankan diriNya.

"Yesus yang baik, ampuni aku hambaMu yang kurang ajar ini.  Banyak bicara, banyak kata, banyak dosa.  Ampuni aku yang masih saja berkepala batu.  Menangis sebentar, sesudah itu pudar.  Memang sulit untuk menjadi orang rendah hati yang berhalus budi.  Tetapi minimal izinkan aku, untuk menyimpan segenap luka-lukaMu di salib dalam relung keimananku, yang sangat jauh dari kata baik-baik saja! Amin."

#GoodFriday-290324

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS