Keajaiban

18 Jan 2024

 


Pernahkah engkau mengalami satu peristiwa, suatu keterpurukan, yang bertahun-tahun kemudian malah membuatmu bersyukur mati-matian, karena pernah mengalaminya?  Pernahkah engkau merasa, bahwa segala sesuatu yang menyakitkan dalam hidup, ternyata membawa suatu pencerahan, bahwa engkau telah diselamatkan? Pernahkah tiba-tiba muncul kesadaran dalam dirimu, bahwa segelap apapun malam, pada akhirnya akan selalu berganti dengan terang?  Pernahkah?  Itulah yang kusebut dengan keajaiban.

Waktu kanak-kanak aku merasa pernah memiliki iman seperti biji sesawi.  Iman tanpa embel-embel apapun.  Iman yang percaya bahwa semua akan baik-baik saja selagi aku menyimpan "rasa percaya". Hanya rasa percaya yang membuatku mampu menjalani masa kanak-kanak dengan gembira, dengan bahagia, meskipun sebenarnya tidak ada yang namanya seratus persen bahagia atau gembira.  Tetapi seiring perjalanan waktu ternyata aku bisa menyelesaikan langkah, meskipun harus berjalan tertatih di tengah jalan terjal berbatu.  Apakah aku bisa berjalan dengan sedemikian teguh jika tidak ada yang namanya keajaiban?  Bagiku, apapun namanya, itu adalah bagian dari keajaiban.

Ketika tidak bisa melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan akhirnya memutuskan untuk pergi jauh, itu juga bukan hal yang mudah bagiku.  Tetapi tidak mudah bukan berarti tidak bisa dijalani.  Dalam sakit dan kecewa, ternyata pergi jauh adalah salah satu jalan terbaik yang pernah kutempuh.  Di bagian dunia lain selain yang namanya kampung halaman, ada banyak hal yang bisa kutemukan.  Bertemu lingkungan baru, berkenalan dengan kawan baru, dan belajar banyak hal baru.  Belajar mengendalikan rindu dan berani mengambil keputusan dalam menjalani hari-hari ke depan, sendirian!  Kalau dipikirkan lagi, bagaimana mungkin aku yang hanya seorang manusia biasa, seorang pendosa, mampu menjalani semua itu bertahun-tahun dengan penuh sukacita?  Bukankah itu juga suatu keajaiban namanya?

Keajaiban berikutnya bisa jadi adalah ketika bapakku yang didiagnosa menderita kanker leukemia stadium 3 di usia senja, dengan perkiraan hidup hanya 8 bulan, dan ternyata masih bisa bertahan di tahun-tahun berikutnya, tanpa bantuan obat kemoterapi.  Meskipun setiap bulan harus rajin memeriksakan kesehatan, tetapi secara kasat mata beliau terlihat sehat dan tetap bersemangat.  Percaya atau tidak percaya, memang demikianlah adanya. Bisa jadi keikhlasan dan kerelaan dalam menerima penderitaan, itulah yang membantu untuk bertahan.  Memang tidak selamanya akan demikian.  Tetapi setelah lewat dari waktu yang telah ditentukan oleh paramedis, bukankah itu menjadi sesuatu yang menggembirakan?  

Keajaiban, terkadang seolah menghilang ketika diharapkan, tetapi datang ketika manusia lelah untuk menaruh harapan.  Keajaiban terkadang menjadi hal yang mustahil ketika dikejar, tetapi menjadi tidak mustahil ketika berpasrah dalam kegelapan.  Mungkin ada masa-masa bahwa segala sesuatu seolah buntu, tersekat-sekat, dan tidak ada jalan keluar.  Tetapi seiring berjalannya waktu, bisa jadi itu adalah cara Tuhan berbicara padamu, padaku.  Melalui keajaiban-keajaiban yang terkadang tidak akan terdeteksi dalam sekejab mata, dan hanya bisa dirasa ketika pada satu kesempatan muncul kesadaran: aku telah diselamatkan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
FREE BLOGGER TEMPLATE BY DESIGNER BLOGS